Jumat, 25 April 2014

Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi Di Indonesia



Kebijakan Kriminal Penanggulangan Tindak Pidana Ekonomi Di Indonesia

Iza Fadri
Pascasarjana Fakultas Hokum Universitas Nasional
Jl. Sawo manila pajetan pasar minggu Jakarta

Sejarah mencata bahwa ribuan tahun lalu, 3 (tiga) kelompok masyarakat yang teridentifikasi sebagai westia, tropica, dan egalia telah berusaha melakukan pertukaran komoditi untuk mencukupi kebutuhan masing-masing.1 Pada komunitas Weatia misalnya, dengan kondisi iklim yang estrim berakibat sumber daya alam yang tersedia sangat terbatas baik dalam jumlah maupun jenisnya, namun keterbatasan tersebut justru mendorong masyarakatnya untuk lebih mandiri dan berusaha keras mencukupi kebutuhan hidupnya. Kondisi tersebut berbeda dengan yang terjadi pada komunitas Tropica yang memiliki sumber daya alam berlimpah namun kurang mampu mengolahnya sehingga sebagian masyarakatnya terpuruk dalam kemiskinan.
            Pada era globalisasi saat ini pertukaran komoditas untuk mencukupi kebutuhan manusia telah terbingkai dalam bentuk kegiatan ekonomi. Kegiatan ekonomi meliputi seluruh kegiatan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang secara umum dikelompokkan ke dalam tiga kegiatan utaa yaitu, kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi. Perkembangan perekonomian dan dunia usaha yang semakin pesat, ditambah lagi dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, telah memicu timbulnya penyimpangan-penyimpangan dalam aktivitas perekonomian yang secara factual menghadirkan berbagai bentuk kejahatan yang merupakan pelanggaran terhadap hukum pidana. Salah satu dampak globalisasi ekonomi yang rentan menimbulkan permasalahan hokum, misalnya adalah penyelenggaraan jasa transfer dana yang bersifat lintas Negara (cross border), melibatkan berbagai mata uang dalam jumlah nominal dan volume yang besar serta sifatnya kompleks. Umumnya permintaan transfer dana dilatarbelakangi dengan adanya suatu kegiatan antara pengirim dan penerima (underlying transaction), seperti jual beli, pembayaran angsuran, tagihan dan sebagainya, namaun tidak jarang kegiatan transaksi tersebut dijadikan sebagai sarana menyembunyikan dana hasil kejahatan kedalam kegiatan normal dari bisnis.
            Di sisi lain, proses transfer dana juga rentan menimbulkan gejolak perekonomian. Ketika proses transfer gagal dilaksanakan, maka dipastikan kegiatan ekonomi akan terganggu. Kondisi seperti ini akan memicu timbulnya berbagai permasalahan diantara para pihak dalam perekonomian. Selanjutnya, jika dilihat dari sisi para pihak yang terkait didalamnya, kegiatan transfer dana melibatkan banyak pihak. Dengan banyak pihak yang terkait didalamnya, apabila terjadi kegagalan atau keterlambatan penyampaian transfer akibat adanya kejahatan bisnis, dapat berdampak pada ketidakmampuan bank atau lembaga penyelengggara transfer dana lainnya dalam menyelesaikan transfer dana, maka kondisi ini berpontensi secara sistemik menyebabkan salah satu atau lebih pihak mengalami kerugian.
            Ketika terjadi gejolak dalam perekonomian, sering orang berpendapat hal demikian adalah semata-mata kesalahan pemerintah dalam mengambil kebijakan dibidang perekonomian. Bahkan, para nasabah bank yang menjadi korban dilakukannya likuidasi beberapa bank, menganggap pemerintah yang menjadi penyebabnya, inipun dipergunakan oleh pemimpin bank bersangkutan untuk mencari kambing hitamnya.
            Berkembangnya tindak pidana perekonomian, menuntut keberadaan kebijakan kriminal dari pemerintah untuk menciptakan kondisi atau situasi perekonomian yang akomodatif. Penegakan hokum pidana ekonomi pada hakekatnya merupakan pencampuran dua nilai, yaitu tujuan hokum pidana dan tujuan penciptaan kondisi perekonomian yang kondusif, untuk itu hokum pidana harus dapat menyeimbangkan dan menyerasikan kedua nilai tersebut serta sekaligus bertindak sebagai ultimum remedium.
Tujuan Penelitian : Pertama, untuk mengetahui perkembangan tindak pidana ekonomi di Indonesia; Kedua, untuk mengetahui kebijakan kriminal penanggulangan tindak pidana ekonomi di Indonesia; dan Ketiga, untuk mengetahui aspek-aspek socio-legal yang perlu dipertimbangkan dan mendapat perhatian serius dari pemerintah dalam rangka pembaruan kebijakan kriminal penanggulangan tindak pidana ekonomi di Indonesia.
Metode Penelitian, maka untuk sampai pada tujuan penelitian, keseluruhan penelitian
ini akan mengikuti bentuk dan proses pendekatan (metode) tertentu dibagi menjadi 3, yaitu:

Pertama, Tipologi dan Pendekatan Penelitian. Sebagai satu penelitian hukum, digunakan salah satu metode penelitian yang disebut dengan using available data hukum. Artinya, proses penelitian akan menelusuri data yang sudah tersedia dalam bentuk bahan hukum yang sudah pernah ditulis. Tipe penelitian hukum seperti ini sering disebut sebagai penelitian yuridis normatif. Dengan pertimbangan bahwa titik tolak penelitian yang akan dilakukan adalah analisis terhadap kebijakan kriminal penanggulangan tindak pidana ekonomi di Indonesia dan peraturan perundangundangan yang menjadi dasar pelaksanaan kebijakan tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).
Kedua, Bahan Hukum. Dalam penelitian yuridis normatif, peneliti dapat menelusuri (explanatoris) konsep-konsep, aliran-aliran atau doktrin-doktrin hokum yang pernah ada dalam sejarah hukum. Oleh karena itu, dalam penelitian dengan menggunakan available data, data yang akan dikaji tidak akan terbatas pada ketentuanketentuan yang secara eksplisit dalam hokum tertulis saja tetapi juga konsep-konsep, aliran-aliran atau doktrin-doktrin hukum yang pernah ada dalam sejarah hukum. Data-data itu secara kategoris disebut sebagai data sekunder yang dapat dibedakan ke dalam tiga bentuk bahan hukum, yaitu bahan hukum primer, bahan hokum sekunder, dan bahan hukum tersier.
Ketiga, Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum. Bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, dan artikel, diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa sehingga dapat disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan penelitian yang sudah dirumuskan. Dalam proses penelitian selanjutnya data (bahan hukum) akan dianalisis dan diinterpetasikan berdasarkan bentuk-bentuk interpretasi yang lazim dalam penelitian yang menggunakan available data. Cara pengolahan bahan hokum dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkrit yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis untuk mengetahui aspek yuridis dari permasalahan yang diteliti.



Daftar Pustaka
Bertens, K., Etika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002.
Campbell Black, Henry, Black Law Dictionary: 6th editions, Minnesotta, St. Paul, 1990.
H. Folsom, Ralph, Michael Wallace Gordon, John A. Spanogle, International Business
Transactions A Problem-Oriented Coursebook Fourth Edition, West Group
Publishing, St. Paul Minn, 1999.
Hamzah, Andi, Hukum Pidana Ekonomi, Erlangga, Jakarta, 1991.
Jefferson, Micchale, Criminal Law. 8th Edition; Pearson Education. 2007
J.L.K., Valerine, Autonomic Legislation Sebagai Sumber Formal Dalam Penelitian Hukum,
makalah disampaikan pada pidao pengukuhan jabatan Guru Besar Madya
Tetap Universitas Indonesia, Jakarta, 1997.
Loqman, Loebby, Kapita Selekta Tindak Pidana Di bidang Perekonomian, Datacom,
Jakarta, 2001.
http://id.shvoong.com/business-management/management/1826129-kode-etikpengusaha-
muslim/
M. Friedman, Lawrence, American Law an Introduction, W. W. Norton & Company
New York, London, 2002.
Mahfud MD., Moh., Politik Hukum di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2009.
Moch Anwar, H.A.K, Hukum Pidana di Bidang Ekonomi, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1990.
Poernomo, Bambang, Pertumbuhan Hukum Penyimpangan di Luar Kodifikasi Hukum
Pidana, Bina Aksara, Jakarta 1984.
Purwanto, “Bentuk-bentuk Kejahatan Baru Akibat Perkembangan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi”, Makalah pada seminar tentang White Collar Crime dan
Perkembangan IPTEK, BPHN, Jakarta, 1994.
Rahardjo, Satjipto, Hukum dan Perubahan Sosial Suatu Tinjauan Teoritis Serta
Pengalaman-Pengalaman Di Indonesia, Cetakan Ketiga, Genta Publishing,
Yogyakarta, 2009.
Remmelink, Jan, Hukum Pidana Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting dari KUHP Belanda
dan Padanannya dalam KUHP Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarata, 2003.
Iza Fadri. Kebijakan Kriminal... 455
Remy Sjahdeini, Sutan, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2007.
______, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2009.
Said, Muhammad, Etika Masyarakat Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta, 1960.
Seno Adji, Indriyanto, Polri Antisipasi Perkembangan Kejahatan Modul Kuliah
Perkembangan Kejahatan, PTIK, Jakarta, 2003.
Suharto, Analisis Kebijakan Publik Panduan Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial,
ALFABETA, Bandung, 2005.
Sunaryati Hartono, C.F.G., Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional,
Alumni, Bandung, 1991.
Weber, Max, On Law in Economy and Society, A Clarion Book, New York, 1954.



Nama Kelompok :
  1. Hamzah Mutakin                    ( 23212274 )
  2. Muhammad Nur Alfajri          ( 25212023 )
  3. Dana Achmadi                        ( 21212664 )
  4. Viki Setiadi                             ( 27212585 )
Kelas : 2EB08


Jumat, 18 April 2014

PERLINDUNGAN HUKUM USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DARI DAMPAK ADANYA PERJANJIAN ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA (ACFTA)



PERLINDUNGAN HUKUM USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM)
DARI DAMPAK ADANYA PERJANJIAN ASEAN-CHINA FREE TRADE
AREA (ACFTA)

Ari Ratna Kurniastuti1, Afifah Kusumadara2, Setyo Widagdo3.
Magister Ilmu Hukum (S2) Fakultas Hukum
Universitas Brawijawa Malang

Perjanjian ACFT merupakan bentuk perjanjian Free Trade Area (FTA) dimana setiap anggota tidak diperbolehkan mendiskriminasikan negara anggota lainnya ) yang diatur dalam Artikel I GATT-WTO Agreement. Sebagai anggota WTO Indonesia dan anggota ASEAN lainnya wajib tunduk terhadap semua ketentuan WTO dan diperkenankan untuk membuat perjanjian ACFTA sebagai penyimpangan prinsip WTO. Pada tahun 1947  dilakuakan perbaikan terhadap GATT-WTO Agreement  yang bertujuan untuk menyesuaikan  perkembangan perdagangan internasional. Akibat gagalnya perundingan WTO pada tahun 2005 di Doha dan 2009 di Jenewa, Pemerintahan Indonesia menandatangani FTA pada tingkat regional yaitu AFTA yang merupakan FTA antara negara ASEAN sendiri dan ASEAN dengan negara lain atau
kawasan/region yang lain.
Pada tahun 1947 dibuatlah perjanjian GAAT sebagai  aturan perdagangan internasioal sebagai sarana mencegah terjadinya perang dunia yang diakibatkan dari perdagangan. Perjanjian internasional dirumuskan sebagai kata sepakat antara dua atau lebih subyek hukum internasional yaitu negara, tahta suci, kelompok pembebasan, organisasi internasional mengenai suatu obyek tertentu yang dirumuskan secara tertulis dan tunduk pada atau yang diatur oleh hukum internasional.
Perjanjian Internasional antara negara dengan organisasi internasional diatur dalam Konvensi Wina 1986. Hasil Konvensi Wina 1986 menghasilkan ratifikasi yang dapat diartikan sebagai pengesahan, tindakan konfirmasi formal, penerimaan, persetujuan dan aksesi. Perjanjian mulai berlaku pada tanggal penandatanganan, sehingga perjanjian langsung sah dan berlaku di negara yang telah ditandatanganinya.
Indonesia memiliki Undang-undang yang khusus mengatur tentang perjanjian internasional yaitu UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional yang di dalamnya juga mengatur mengenai pengesahan perjanjian Internasional ke dalam hukum Nasional. Pasal 3 UU No. 24 Tahun 2000 Tentang Perjanjian Internasional menyatakan, Pemerintah Republik Indonesia mengikatkan diri pada perjanjian internasional melalui cara-cara sebagai berikut :
1.      Penandatangan.
2.      Pengesahan.
3.      Pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatic.
4.      Cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian internasional.
Selain itu Indonesia sering menggunakan politik hukum ratifikasi transformasi formal yaitu UU atau Perpres pengesahannya hanya berisi menetapkan atau mengesahkan sebuah perjanjian internasional, sehingga memiliki kelemahan yaitu lampiran tidak dianggap peraturan perundang-undangan walaupun sudah dinyatakan sebagai lampiran, berbeda apabila perjanjian internasional ini ditransformasikan dalam suatu UU atau perpres dalam bentuk pasal per pasal.
Adapun Status Perjanjian ACFTA dapat berlaku di Indonesia dikarenakan beberapa alasan yaitu:
1.      Perjanjian ini sudah melalui 3 tahapan yaitu perundingan, penandatanganan dan pengesahan.
2.      Meskipun dalam Keppres pengesahannya hanya menjadikan Perjanjian ACFTA ini lampiran yang dinyatakan tidak dapat dipisahkan dan dianggap transformasi setengah hati atau pengakuan inkorporasi yang sembunyi-sembunyi tetapi tetap bisa dianggap berlaku karena memang kenyataannya Indonesia mengikuti transformasi, inkorporasi sekaligus.
Sektor pertanian termasuk perkebunan merupakan UMKM yang cukup besar jumlahnya di Indonesia, dan sektor ini merupakan salah satu yang terdampak dengan adanya perjanjian ACFTA. Kondisi ini menyebabkan bermunculannya peraturan perundang-undangan yang tujuan memproteksi petani sebagai salah satu bentuk UMKM. Sebagai contoh  Gubernur Jawa Timur menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) No 78 Tahun 2012 yang melarang impor seluruh produk hortikultura masuk ke wilayah Jawa Timur yang bertujuan membentengi seluruh produk petani dari serbuan produk hortikultura impor. Akan tetapi tidak semua produk dilarang masuk, hanya produk yang dimiliki oleh petani JawaTimur.
Melihat pentingnya sektor ini untuk masyarakat, maka Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen) yang membatasi impor hortikultura dengan dikeluarkannya Permentan nomer 60 Tahun 2012 dan Permendag No 60/2012 soal impor hortikultura. Dalam lampiran Permendag No. 60/MDAG/ PER/9/2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 30/M-DAG/PER/5/2012 Tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura menyebutkan larangan terhadap 6 buah impor durian, nanas, melon, pisang, mangga dan pepaya masuk ke Indonesia. Selain keenam buah tersebut, pemerintah juga melarang impor 4 jenis sayur yaitu kubis, wortel, cabe, kentang, dan 3 Jenis bunga impor yaitu krisan, anggrek, heliconia. Pembatasan ini jika dikaitkan dengan Perjanjian ACFTA ini juga melanggar, sebab buah-buahan termasuk Early Harvest product (EHP) yang tarifnya sudah 0% sejak 1 Januari 2010 dan juga tidak ada pembatasan kuota. China belum pernah melaporkan untuk menuntut ini, tetapi pelaporan AS menunjukkan bahwa adanya peraturan yang demikian dapat memicu konflik dengan negara lain sebab mengindikasikan adanya
pengingkaran terhadap perjanjian internasional. Pembatasan kuota atau kenaikan tarif diberbolehkan dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan Artikel XXIX GATT-WTO Agreement.
Permen dan Pergub yang membatasi impor hortikultura ini tidak dapat dibenarkan karena dapat menimbulkan pelanggaran pada perjanjian internasional yang meliberalisasikan perdagangan yaitu Perjanjian ACFTA atau perjanjian FTA dan perjanjian WTO.  Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebaiknya tidak menjadikan hukum nasional sebagai alasan pembenar untuk mengesampingkan suatu perjanjian internasional ataupun menjadi alasan pembenar atas pelanggaran atau kegagalan dalam melaksanakan perjanjian internasional. Oleh sebab itu perlu dirumuskan perlindungan hukum terhadap UMKM yang ideal sehingga tidak bertentangan dengan perjanjian internasional yang telah disepakati indonesia tetapi tetap dapat memberikan perlindungan yang maksimal untuk UMKM.
Untuk itu perlindungan hukum yang ideal terhadap UMKM dari dampak berlakunya
perjanjian ACFTA dan Perjanjian perdagangan Internasional lainnya adalah :
1.      Safeguard adalah poin penting dalam perlindungan hukum industri lokal yang dirubah menjadi sebuah UU sebagai payung hukum atas perlindungan kepada industri lokal.
2.      Perbaikan regulasi pemberiaan kredit/pembiayaan terhadap industri lokal, karena bukan hanya hukum yang harus ada sebagai benteng UMKM tetapi modal juga diperlukan untuk bersaing di perdagangan bebas.
3.      Adanya koreksi atas perda atau permen yang bertujuan mencegah proteksi  yang bertentangan dengan perjanjian Internasional sesuai dengan artikel XIX GATT-WTO Agreement.




Daftar Pustaka

Buku dan Jurnal :
Daeng dan Rika. Menggugat Perjanjian Kerjasama ASEAN-China, Global Justice Update,
Tahun ke 7/Edisi ke – 4 Desember 2009.
Daeng, Jebakan ASEAN dalam Komitmen Ambisius 2010, Free Trade Watch : Mewujudkan
Keadilan Ekonomi, Volume III/Edisi Oktober 2010.
Daeng, Menyoal Pelanggaran Konstitusi dalam ACFTA, Free Trade Watch : Mewujudkan
Keadilan Ekonomi, Volume I/Edisi April 2011.
Damos Dumoli Agusman.Hukum Perjanjian Internasional (Kajian Teori dan Praktik
Indonesia). Bandung : Refika Aditama, 2010.
I Wayan Parthiana. Hukum Perjanjian Internasional (Bagian 1). Bandung : Mandar Maju,
2002.
_______________ Hukum Perjanjian Internasional (Bagian 2). Bandung : Mandar Maju,
2005.
Ina Primiana. Menggerakkan Sektor Riil UKM dan Industri. Bandung : Alfabeta, 2009.
Indah Suksmaningsih. Kaidah Internasional dalam Hukum Indonesia : Peluang yang Tidak
Dimanfaatkan, Global Justice Update, Tahun ke 7/Edisi ke – 4 Desember 2009.
Johnny Ibrahim. Pendekatan Ekonomi Terhadap Hukum : Teori dan Implikasi Penerapannya
dalam Penegakan Hukum. Surabaya : CV. Putra Media Nusantara & ITS Press, 2009.
_____________ Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang : Bayu Media
Publishing, 2010.
Keraf, A. Sonny.Etika Bisnis : Tuntutan dan Relevansinya.Yogyakarta : Kanisius, 1998.
Lopez Rodriguez Ana Mercedes. Lex Mercatoria. School of Law, Departement of Private
Law University of Aarhus, 2002.
Mansour Fakih. Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Jogjakarta : Pustaka Pelajar,
2001.
Mikhael Dua. Filsafat Ekonomi : Upaya Mencari Kesejahteraan Bersama. Yogyakarta :
Kanisius, 2008.
Mohammad Sood. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2011.
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana, 2005.
26
Salvatore, Dominick. Ekonomi Internasional. Jakarta : Penerbit Erlangga, 1995.
Sihombing, Jonker. Peran dan Aspek Hukum dalam Pembangunan Ekonomi. Bandung : PT.
Alumni, 2000.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta : Rajawali Pers,
1985.
Sri Rejeki Hartono. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang : Bayumedia, 2007.
Sukarmi. Regulasi Anti di Bawah Bayang-Bayang Pasar Bebas. Jakarta : Sinar Grafika, 2002.
T. May Rudy.Hukum Internasional 1.Bandung : Refika Aditama, 2006.
___________ Hukum Internasional 2. Bandung : Refika Aditama, 2009.

Internet dan Surat Kabar
Abdul Rosid, Modul Manajemen UKM : UKM di Indonesia dan Peranan UKM,
pksm.mercubuana.ac.id/new/.../files.../31013-3-478126269633.doc, diakses
tanggal 8 Mei 2012
Afifah Kusumadara, The Role of Law in Indonesian Economic Development, hlm.18 – 21
http://karyatulishukum.files.wordpress.com/2011/06/secured-kedudukanhukum-
sbg-alat-pembangunan-ekonomi.pdf, diakses tanggal 1 Maret 2013
Amrie Hakim, Dasar Hukum Pemberlakuan ACFTA, http://www.hukumonline.com
/klinik/detail/lt4b04bef2aa8ee/dasar-hukum-pemberlakuan-acfta, diakses tanggal
4 Desember 2012
Anggi H, Produk China vs Produk Lokal, 12 November 2012,
http://anggih91.wordpress.com/2012/11/12/produk-china-vs-produk-lokal/,
diakses tanggal 25 Desember 2012.
bn/ko, ACFTA Ancam Empat Industri Padat Karya, Surabaya Pagi, 28 Januari 2010, hlm.
10 kolom 4-5
Departemen Perdagangan, agustus 2005, http://www.ditjenkpi.go.id, diakses tanggal 13
Maret 2013.
Fatkhurrrohman Taufiq, Tempo interaktif, 2 Maret 2012, Jawa Timur Larang Impor
Hortikultura, http://www.tempo.co/read/news/2012/03/02/180387611/Jawa-
Timur-Larang-Impor-Hortikultura, diakses tanggal 7 Maret 2013
Huala, Adolf, Labelisasi Standar dalam Menyikapi ACFTA, http://korantempo.com/
korantempo/koran/2010/10/01/Opini/krn.20101001.213309, diakses tanggal
12 Maret 2013
27
Hukum Online, Pengujian UU Ratifikasi Piagam ASEAN Kandas, 26 feb 2013,
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt512cb1408c03e/pengujian-uuratifikasi-
piagam-asean-kandas, diakses 26 maret 2013
Ibnu Purna, Hamidi, Prima, ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif,
http://www.setneg.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=4375&I
temid=29, diakses tanggal 7 Mei 2012
Inggried Dwi Wedhaswary, Produk China “Bombardir” Indonesia. Apa Kabar Produk Lokal,
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/01/09/10134596/Produk.China.
Bombardir. Indonesia.Apa.Kabar.Produk.Lokal, diakses tanggal 28 Mei 2012
Jn, Masalah yang Dihadapi dalam Pemberian Kredit Perbankan, Surabaya Pagi, 18 Februari
2011, hlm. 19, kolom 2-3
Mohd. Burhan Tsani. Status Hukum Internasional dan Perjanjian Internasional dalam Hukum
Nasional Republik Indonesia (dalam prespektif Hukum Tata Negara)
http://damosdumoli.blogspot.com/2009/03/status-hukum-internasional
dan_12.html, diakses tanggal 11 Januari 2013.
Wikipedia, Perdagangan, http://id.wikipedia.org/wiki/Perdagangan, diakses tanggal 20 Mei
2012
World Trade Organization, Trading into the Future : Introduction to the WTO. Beyond the
Agreements. Regionalism - Friends or Rivals?, hlm.1 http://www.wto.org/english/
thewto_e/whatis_e /tif_e/bey_e.htm, diakses tanggal 8 Mei 2012.

Peraturan Perundang-undangan :
Kovensi Wina 1986
Artikel I GATT-WTO Agreement
Pasal 3 artikel XXIV GATT-WTO Agreement
Piagam ASEAN
Framework Agreement On Comprehensive Economic Co-Operation Between The Association Of South
East Asian Nations And The People's Republic Of China
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.011/2012 tentang Penetapan
Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ACFTA



Nama Kelompok :
  1. Hamzah Mutakin                    ( 23212274 )
  2. Muhammad Nur Alfajri          ( 25212023 )
  3. Dana Achmadi                        ( 21212664 )
  4. Viki Setiadi                             ( 27212585 )
Kelas : 2EB08